
Mahalnya Ongkos Wawancara Eksklusif Bupati
CakrawalaMedia – Mahalnya ongkos wawancara eksklusif Bupati. Wawancara eksklusif Bupati Majalengka, Eman Suherman dengan salah satu media nasional menuai kritik dari sejumlah kalangan. Bukan tanpa alasan bila kritik itu berseliweran di beranda media sosial (medsos) dalam dua hari terakhir.
Bocornya biaya wawancara yang mencapai ratusan juta rupiah ditengah buruknya sarana publik yang perbaikannya ditangguhkan dengan dalih “belum ada anggaran” bisa jadi menjadi pemantiknya.
Kritik terhadap besarnya anggaran ditengah semangat efisiensi yang disuarakan oleh pemerintah diantaranya, disuarakan oleh Ketua Yayasan Suara Masyarakat Majalengka (SMM) Asep Nurdiansyah. Dalam rilis yang dikirim ke redaksi, pria yang akrab dipanggil Abah Bogel menulis sebagai berikut;
Bupati Majalengka tampak elegan duduk di sofa kulit mewah, dikelilingi ornamen kemewahan, dengan gestur penuh kharisma memberi “wawancara eksklusif” kepada media nasional. Tak tanggung tanggung, untuk tayangan berdurasi beberapa menit ini, rakyat Majalengka harus ‘MEROGOH’ kocek bersama sebesar Rp300.000.000.
Efisiensi? Oh, yang itu mungkin hanya untuk rakyat. Saat pemerintah pusat gencar menyerukan efisiensi anggaran, dari rapat daring sampai larangan perjalanan dinas ke luar negeri, Majalengka memilih gaya “publikasi first, jalan berlubang later.” Padahal, lubang-lubang di jalan desa sudah lama menanti “wawancara eksklusif” dengan aspal.
Kenapa bukan media lokal?
IKLAN
Bukankah media lokal lebih memahami denyut nadi masyarakat Majalengka? Tapi mungkin, dalam logika pencitraan, “akses klik nasional” jauh lebih penting daripada mendengarkan warga yang setiap hari menerjang jalan rusak menuju sekolah atau pasar.
Lagi pula, apa pentingnya suara wartawan lokal yang sudah bertahun-tahun meliput hujan-deras dan banjir di pelosok desa, dibandingkan satu sesi wawancara glossy di media elite? Ketika bicara efisiensi tapi faktanya harus selfie?
Jika efisiensi adalah alasan menghapus beberapa program rakyat, kenapa tidak berlaku untuk anggaran seperti ini? Katanya demi publikasi dan promosi daerah. Tapi, apakah satu wawancara eksklusif setara dengan sebulan pencapaian nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat?
“Sementara media lokal hanya bisa menonton dari pinggir lapangan sambil tetap setia menulis berita gratis demi tanggung jawab moral dan cinta pada daerahnya. Ibarat juru masak yang tak pernah diajak makan,”kata Asep Nurdiansyah diakhir rilis yang dibagikan. (C-01)