
Miliaran Uang Negara Belum Masuk Kas Daerah
MAJALENGKA – Miliaran uang negara belum masuk kas daerah. Miliaran uang negara hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) perwakilan Jawa Barat atas pekerjaan di Kabupaten Majalengka belum disetorkan ke kas daerah.
Lebih dari dua miliar uang kelebihan pembayaran terhadap pekerjaan milik pemerintah kepada kontraktor (pengusaha) masih belum dibayarkan meski sudah melampaui batas waktu pengembalian yang diatur oleh BPK-RI. Upaya Pemkab Majalengka bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) untuk mengembalikan uang negara juga tak berjalan mulus.
Padahal Pasal 3 PBPK 2/2017 jo. Pasal 20 UU 15/2004 menegaskan bahwa, pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan. Jawaban atau penyelesaian atas temuan tersebut disampaikan kepada BPK selambat lambatnya 60 hari setelah laporan hasil pemeriksaan.
Menurut keterangan Kepala Inspektorat Kabupaten Majalengka, Hendra Kristiawan kepada media, Senin (27/1/2025) masih ada 49 temuan BPK yang belum disetorkan ke kas daerah karena belum ada pengembalian dari pihak bersangkutan. Meski demikian upaya penagihan masih terus diupayakan. Hingga Januari 2025 masih sekitar Rp 2,8 miliar uang negara hasil temuan BPK-RI yang belum disetorkan ke kas daerah.
Sebelumnya dalam sesi wawancara dengan Cakrawalamedia, pada awal Januari lalu, Hendra mengungkapkan bahwa, miliaran uang negara tersebut tersebar pada rekanan di enam Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dari penelusuran diketahui uang negara yang belum dikembalikan oleh kontraktor atau vendor di Dinas PUTR jumlahnya paling besar bila dibanding lima OPD lainnya.
Kerugian negara yang belum dikembalikan ke kas negara meski sudah melampaui batas waktu yang ditentukan BPK RI itu sebagian besar pada paket pekerjaan Belanja Modal Gedung dan Bangunan, serta Belanja Modal Jalan Irigasi, dan Jaringan Irigasasi di Dinas PUTR. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaaan (LHP) BPK Tahun Anggaran 2022 dan 2023 saja jumlahnya sudah mencapai sekitar Rp2 Miliar.
IKLAN
Dalam satu wawancara Sekdis Dinas PUTR, Ruchyana mengatakan, bahwa besarnya potensi kerugian itu muncul akibat sulitnya kontraktor yang pekerjaannya menjadi temuan BPK sulit dalam pengembalian, meski pihaknya melakukan penagihan berulangkali.
Ironisnya meski belum melakukan pengembalian uang negara atas temuan BPK, belum terlihat upaya tegas pemerintah daerah melakukan penindakan sesuai aturan yang berlaku. Sebaliknya di lapangan kontraktor yang pekerjaanya menjadi temuan BPK sehingga harus mengembalikan kelebihan bayar masih mendapat kepercayaan mengerjakan projek-projek yang dibiayai pemerintah. (CM-01)