Kiai Abdul Chalim,Pelopor Berdirinya Pergunu
MAJALENGKA – Persatuan Guru Nahdatul Ulama (Pergunu) hari Ini melaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) ke V. Rakernas Pergunu ke V menjadi momen bersejarah dengan hadirnya banyak pejabat dan tokoh penting Nasional. Dan makin istimewa karena digelar di Bumi Sindangkasih, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Tempat dimana pelopor berdirinya Pergunu, KH Abdul Chalim dilahirkan.
Dikutip dari jatim.nu.or.id ), KH. Abdul Chalim lahir pada Juli 1898 di Leuwimunding, Majalengka, Jawa Barat. Beliau lahir dari pasangan Mbah Kedung Wangsagama dan Nyai Suntamah.
Pada masa kecilnya, KH Abdul Chalim belajar di Sekolah Raja (sekolah umum yang diikuti oleh kalangan tertentu pada masa penjajahan Belanda). Di sekolah ini Kiai Chalim belajar selama dua tahun. Selanjutnya Kiai Chalim nyantri di Pesantren Barada Mirat Leuwimunding, Pesantren Trajaya, Pesantren Kedungwuni Kadipaten Majalengka. Kemudian melanjutkan petualangan mencari ilmu ke Pesantren Masantren Cirebon.
Sahabat Dekat KH Abdul Wahab Hasbullah
Pada tahun 1914, Kiai Chalim yang berusia 16 tahun mengikuti jejak kedua pamannya, yakni H Ali dan H Jen ke Mekkah al Mukarromah. Di tanah suci inilah Kiai Chalim bertemu dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Persahabatan Kiai Chalim dengan KH Abdul Wahab Hasbullah diceritakan oleh puteranya, KH Asep Saifuddin Chalim yang saat ini menjabat Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) dalam buku ‘Kiai Besar Bin Kiai Besar Yang Berfikir Besar’ karya Djoko Pitono dan Achmad Saudi.
Dalam buku tersebut KH Asep Saifuddin Chalim menceritakan, bahwa abahnya setiap hari bertemu dengan KH Wahab Hasbullah. Pertemuan duaq sahabat diisi dengan saling belajar dan berdiskusi terkait upaya memajukan kaum muslim di Indonesia.
IKLAN
Keduanya juga saling berkomitmen untuk memperjuangkan Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja) dan kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Perubahan politik di Arab Saudi pada masa perang dunia pertama membuat Kiai Chalim tidak nyaman dan memutuskan untuk kembali ke tanah air. Di rumah, Kiai Chalim membantu ayahnya yang saat itu menjadi kepala desa.
Mengajar di Nahdlatul Wathon
Sampai pada suatu saat Kiai Chalim merindukan teman sekaligus gurunya yang tidak lain KH Abdul Wahab Hasbullah. Kiai Chalim pun bertekad untuk menemui Kiai Wahab dengan berjalan kaki. Ditulis dalam buku tersebut, pada tanggal 22 Juni 1922 Kiai Chalim bertemu dengan Kiai Wahab. Kiai Wahab pun langsung memberikan kepercayaan kepada sahabatnya tersebut untuk mengajar di Nahdlatul Wathon yang beralamatkan di Kawatan IV Surabaya.
Selain mengajar, Kiai Chalim dipercaya menjadi pengatur administrasi dan inisiator berbagai kegiatan. Dalam sejarah NU saat berdirinya Komite Hijaz, Kiai Chalim menjadi komunikator kunci antara para alim ulama seluruh Jawa. Kiai Chalim pula yang membuat surat undangan serta mengatarkan undangan ke seluruh Kiai di Jawa untuk menghadiri rapat Komite Hijaz.
Dalam kepengurusan pertama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Kiai Chalim menjabat sebagai wakil katib. Berbagai momen penting NU selalu dihadiri oleh Kiai Chalim. Termasuk turut gerilya dalam perang 10 November 1945 di Surabaya yang diawali oleh Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’Ari. Dan pada tahun 1958 Kiai Chalim menjadi pelopor pembentukan Pergunu. Sampai beliau wafat pada 11 April 1972. (red)